Bojonegoro – Tim Operasi Gabungan dari Direktorat Jenderal Penegakan Hukum (Ditjen Gakkum) Kementerian Kehutanan bersama Satuan Brigade Mobil (Brimob) Polda Jawa Timur berhasil menghentikan aktivitas pertambangan ilegal (Galian C) di dua lokasi yang berada di kawasan hutan dengan pengelolaan khusus (KHDPK) Bojonegoro, Jawa Timur.
Operasi yang dilakukan pada Jumat (9/5/2025) dan Sabtu (10/5/2025) ini menyasar dua area pertambangan yang berada dalam kawasan Perhutanan Sosial, yakni Kelompok Tani Hutan (KTH) Bendo Rejo dan KTH Margotani.
Penindakan dilakukan menyusul laporan masyarakat yang mengkhawatirkan dampak kerusakan hutan terhadap lingkungan dan kehidupan warga sekitar.
Dalam operasi tersebut, petugas menyegel kedua lokasi tambang dan memasang papan larangan. Tim juga mengamankan dua orang pelaku, masing-masing operator alat berat berinisial IH dan pengawas lapangan berinisial RP, serta menyita empat unit excavator sebagai barang bukti.
Direktur Penindakan Pidana Kehutanan Ditjen Gakkum, Rudianto Saragih Napitu, menyatakan bahwa saat ini kasus sedang dalam penyelidikan oleh penyidik kehutanan.
Pihaknya berkomitmen untuk menelusuri kemungkinan keterlibatan pihak lain dan membuka peluang penggunaan pasal berlapis, termasuk pasal pidana kehutanan dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
“Langkah ini diambil agar memberikan efek jera, terutama kepada penerima manfaat utama dari kejahatan ini,” tegas Rudianto.
Sementara itu, Direktur Jenderal Gakkum, Dwi Januanto Nugroho, menyampaikan bahwa penghentian aktivitas tambang ilegal ini mencerminkan komitmen pemerintah dalam menindak tegas pelaku kejahatan kehutanan.
“Tidak boleh ada yang memperkaya diri dengan merusak hutan dan membahayakan masyarakat. Kejahatan seperti ini harus diberantas sampai ke akarnya,” tegas Dwi.
Atas perbuatannya, para pelaku terancam dijerat Pasal 89 jo. Pasal 17 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, sebagaimana telah diubah melalui UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perppu Cipta Kerja menjadi Undang-Undang, dengan ancaman pidana penjara hingga 15 tahun dan denda maksimal Rp 10 miliar.
Operasi gabungan ini menjadi salah satu langkah strategis pemerintah dalam menjaga kelestarian hutan dan menegakkan hukum terhadap pelaku kejahatan lingkungan. (*)