Diduga Dampak Pertambangan Ilegal, Dua Kali Jalan Desa Putus

Kaltim – Diduga pertambangan batu bara di Desa Rapak Lambur, Kecamatan Tenggarong, Kutai Kartanegara beroperasi tanpa IUP OP, dampak dari aktivitas tersebut diduga sudah dua kali menyebabkan jalan permukiman longsor dan terputus. Kejadian itu menyebabkan empat KK dari satu RT terisolasi.

Salah seorang warga mengatakan, persoalan ini telah dilaporkan kepada pemerintah desa. Warga mendesak penambang bertanggung jawab. Pasalnya, aktivitas tambang yang beroperasi sejak November 2023 itu mengakibatkan jalan penghubung antara RT 10 dan RT 13 di Desa Rapak Lambur terputus.

“Jalan yang putus merupakan akses utama empat KK di RT 13,” jelas seorang warga yang meminta namanya tidak dimunculkan karena faktor keamanan, Sabtu (20/1/2024).

Ditambahkannya, pertama kali jalan ambles pada akhir Desember 2023. Longsor yang kedua pada awal Januari 2024 dengan lokasi tidak jauh dari peristiwa pertama. Menurut warga, sebelum jalan di kedua titik itu longsor, curah hujan sangat tinggi. Warga menduga, hujan menyebabkan tanah di sekitar jalan dan galian tambang melunak dan tidak stabil.

Imbas aktivitas tambang tidak hanya memutus jalan namun disebut merusak lingkungan. Pada awal Januari 2024, wilayah desa yang mayoritas lahan pertanian ini sempat terendam banjir. Setidaknya, 2 hektare lahan padi sawah dan sejumlah rumah warga di sekitar tambang kebanjiran.

Masalah kian pelik karena warga maupun pemerintah desa tidak bisa menghentikan kegiatan ilegal. Warga memang sempat mencoba menghentikan aktivitas tambang koridor tersebut. Akan tetapi, mereka malah didatangi orang yang diduga preman. Pemilik lahan juga disebut sudah mengizinkan aktivitas penambangan di atas tanahnya.

Kepala Desa Rapak Lambur, Muhammad Yusuf, mengaku bahwa pemerintah desa sudah mengambil sejumlah langkah. Mereka berupaya menolak dan menghentikan aktivitas pertambangan koridor itu.

Yusuf mengatakan bahwa ia mencoba berbicara dengan pemilik lahan agar mau menghentikan aktivitas pertambangan. Saran dari kepala desa itu ditolak mentah-mentah. Pemilik tanah beralasan sudah mengizinkan serta menerima kompensasi dari pihak penambang.

“Kemungkinan, warga tersebut terdesak karena tuntutan ekonomi sehingga mengizinkan lahannya ditambang,” jelasnya. Upaya lain juga diambil dengan membuat sejumlah spanduk bertuliskan penolakan aktivitas tambang koridor dan memasangnya di sekitar lokasi tambang.

Sehubungan kerusakan jalan permukiman di RT 13, Yusuf menambahkan, sudah meminta pertanggungjawaban dari penambang. Ia menemui penambang agar segera memperbaiki jalan desa yang rusak.

“Mereka (penambang) bersedia memperbaiki jalan longsor itu,” ucapnya.

Kades menegaskan, bahwa warga desa terus berupaya menolak aktivitas pertambangan. Walau demikian, ia berusaha mengurangi risiko benturan dengan pemilik lahan dan penambang. “Dari dulu, kami menolak aktivitas tambang itu,” tegasnya.

Menanggapi informasi tersebut, Kepala Unit Tindak Pidana Tertentu, Satreskrim Polres Kukar, Inspektur Polisi Dua Sagi Janitra, memberikan penjelasan. Polres Kukar belum menerima laporan resmi mengenai dugaan tambang ilegal di Desa Rapak Lambur yang menyebabkan akses di dalam desa terputus.

Sagi menegaskan, jika aktivitas tambang ilegal terbukti, penindakan segera dilakukan. Namun hingga saat ini, belum ada laporan atau informasi resmi yang diterima.

“Kami pastikan jika ada laporan dan bukti, segera kami tindak,” jawabnya singkat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *